Minggu, 18 Juli 2010

Till The End of Time (Part. 15)

Tamu-tamu mulai berdatangan dan tempat acara ini sudah sangat ramai... aku melihat ada beberapa artis yang datang kesini, mungkin untuk menyanyikan atau memberi beberapa hiburan kepada para hadirin... Orang-orang tidak tahu, bahwa yang menyusun acara ini, sama sekali bukan aku... Ryo sudah menungguku di depan bersama dengan pendetanya, tempat acara ini tergolong tempat yang sangat diinginkan oleh setiap gadis yang akan menikah. Tetapi, aku bukanlah salah satu cewek tersebut...

Hpku tiba-tiba bergetar, aku melihat siapakah yang menelepon, ternyata... Joon!

“Ha...Halo, Joon... Ada apa kamu meneleponku?”
“Hime, kenapa kamu sama sekali tidak memberitahukan aku, bahwa hari pernikahanmu dipercepat satu minggu? Apakah kamu sangat tidak ingin aku datang untuk menemuimu?”
“Joon, dengarkan penjelasanku dulu. Aku bukannya tidak ingin memberitahukanmu, tapi....”
“Tapi apa?”
“Tapi, aku... aku tidak sanggup memberitahukanmu... Sewaktu kamu keluar dari kamarku, Ryo masuk ke kamarku dan dia sangat marah, setelah mendengar percakapan kita semua...”
“Kenapa kamu tidak langsung meneleponku dan bilang semuanya kepadaku? Aku bisa menelepon Ryo dan menjelaskannya!”
“Joon, maafkan aku... Tetapi, biarkanlah waktu yang akan menjelaskan semua ini, aku sangat senang telah berteman denganmu dan terima kasih atas perasaan kamu ke aku... Sebentar lagi, acara pernikahan ini akan dimulai, aku akan menjalankan apa yang seharusnya kulakukan untuk orang tuaku...”
“Hime, sebentar! Kamu masih boleh memilih jalan hidupmu sendiri, kamu masih bisa.....”
“Maaf sekali lagi, Joon. Aku tidak bisa, aku tidak ingin memilih sesuatu yang membuat keluargaku tidak suka, sekali lagi, maafkan aku... Joon, aku tidak bisa berbicara denganmu lebih lama lagi, sebab, sebentar lagi, aku akan dibawa keluar...”
Aku langsung menutup telepon tersebut dan berusaha untuk tetap tersenyum.
“Halo? Halo, Hime?? Argh! Sial! Aku harus segera kesana, untung saja hari ini aku berada di sini...”

Hadirin sudah duduk di tempatnya masing-masing, dan yang terdengar hanyalah alunan lagu pembuka untuk beberapa penari balet menunjukkan keahliannya... Setelah itu, ayahku masuk ke ruangan tungguku dan aku menggandeng tangannya dan kami pun keluar dan berjalan pelan ke arah panggung. Aku bisa merasakan mata para hadirin semuanya tertuju padaku, aku merasa sangat tidak nyaman akan hal itu.

Sesampainya di panggung, ayahku kembali ke tempat duduknya, dan Ryo mengulurkan tangannya untukku, aku pun menerima uluran tangan tersebut dengan ragu. Pendeta tersebut memulai acara ini dengan doa kepada Tuhan, meminta berkat kepadaNya, supaya acara hari ini akan berjalan lacar dan tidak ada halangan.

“Amin... Baik, kita akan mulai dengan ucapan janji suci antar pernikahan suami istri. Ehem...” aku mulai gugup dan tidak bisa berpikir secara tenang. “Kuroi Ryo, apakah kamu akan bersumpah kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan bersedia untuk menerima Hime Sakuranomiya untuk menjadi istrimu selamanya di sampingmu, sewaktu duka maupun suka, sampai maut memisahakan kalian berdua?” Ryo bedeham.

“Aku, Kuroi Ryo, aku akan bersumpah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan aku bersedia menerima Hime Sakuranomiya menjadi istriku selamanya di sampingku, sewaktu duka maupun suka, sampai maut memisahkan kita berdua.”

Pendeta tersebut sekarang bertanya kepadaku, “Hime Sakuranomiya, apakah kamu akan bersumpah kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan bersedia untuk menerima Kuroi Ryo untuk menjadi suamimu selamanya di sampingmu, sewaktu duka maupun suka, sampai maut memisahkan kalian berdua?” Oh God, what should I answer?

“Aku....aku.... Hime Sakuranomiya, aku akan...bersumpah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan aku... bersedia menerima Kuroi Ryo menjadi... su...” aku tidak sanggup lagi, aku menangis tanpa sadar. “Hime, kenapa kamu menangis? Apakah kamu tidak sanggup melakaukan ini semua? Ingat, orang tuamu sangat berharap akan pernikahan ini, kamu tidak mau kan orang tuamu terluka hanya karena mu?” Ryo berbisik kepadaku.

Aku teringat akan hal itu dan berusaha untuk menyelesaikan kata-kata itu sampa habis, “aku bersedia menerima Kuroi Ryo menjadi suamiku selamanya di sampingku, sewaktu duka maupun suka, sampai maut memisahkan kita berdua...” hadirin yang datang langsung bertepuk tangan yang sangat meriah, Ryo hanya tersenyum, aku hanya bisa tersenyum lemah.

Pendeta pun berkata, “Baiklah, apabila tidak ada keluhan dari hadirin sekalian, pernikahan ini akan dianggap sah dan mereka akan resmi menjadi suami istri, aku akan menunggu selama 3 detik, satu.... dua.... ti....” Brak! (suara pintu terbuka)... Aku sangat kaget, orang yang berada di depan itu adalah Joon, dia datang ke acara ini dan sepertinya dia sangat kelelahan...

“Aku.... hah.... aku mempunyai keluhan untuk pernikahan ini!” sekejap semua hadirin sangat kaget akan kehadiran seorang bintang yang sedang naik daun. “Joon...” ucapku dalam suara kecil, ternyata Ryo mendengarnya, dia langsung berkata kepada pendetanya...

“Pastor, sebaiknya sahkan saja pernikahan ini sekarang, sebab orang tersebut adalah orang yang tidak diundang dalam acara ini...” Pastur tersebut menggelengkan kepalanya, “Maaf, Kuroi. Aku tidak bisa melakukan hal tersebut, walaupun tamu tersebut tidak diundang, peraturan tetaplah per....” Tatapan mata Ryo kepada pendeta tersebut membuatnya terdiam dan tidak berani melawan perkataan Joon.

“ehem! Baiklah, karena tamu tersebut bukanlah tamu yang diundang, maka aku sahkan pernikahan ini dan mereka....” Joon tiba-tiba sudah di panggung, “Pendeta, apakah kamu setuju pernikahan ini tetap dilanjutkan, meskipun ada keluhan dari seseorang?” Pendeta tersebut terdiam, sebab dia sangat bingung apa yang harus dilakukannya.

Tiba-tiba ayahku berdiri, “Kuroi Ryo, aku berharap kamu melakukan apa yang aku suruh tadi...” ayahku tersenyum pada Ryo, aku bingung apa yang telah terjadi... “Tentu, paman. Aku sudah melakukannya, kita sudah mendapatkan bukti-bukti juga. Aku rasa, sudah waktunya kita menghentikan sandiwara ini,” Ryo tersenyum padaku.

Aku, Joon dan para hadirin yang berada di sini, semuanya terlihat sangat bingung, ibuku terlihat berusaha untuk menahan tawanya, Ryo tiba-tiba berbicara, “Pendeta, aktingmu sangatlah bagus, sekarang saatnya pernikahan yang sesungguhnya dimulai...” Pendeta tersebut mengangguk.

“Ehem! Baik, Lee Hye Joon dan Hime Sakuranomiya, silahkan maju ke atas altar suci ini dan mari kita ucapkan janji suci yang sebenarnya...” Setelah kami mengucapkan janji suci, bertukar cincin dan memotong kue, orang tuaku menjelaskan semuanya padaku, bahwa mereka hanya berpura-pura marah padaku, sebab mereka ingin tahu, apakah Joon benar-benar tulus mencintaiku?

Aku memeluk orang tuaku dan mengucapkan sangat banyak terima kasih kepada Ryo dan semuanya yang telah mempersiapkan ini semua... Ternyata, hingga akhir waktu (Till The End of Time), Tuhan mengabulkan doa kita...

~The End~

*Pembaca, apakah anda merasa kaget? Puaskah dengan cerita ini? Atau adakah masukan lain? Silahkan berkomentar... Sebab, inilah akhir dari cerita ini... Aku bingung mau mengucapkan apa lagi, tetapi aku sangat senang, karena ada pembaca yang membaca dari awal cerita ini dibuat sampai akhir cerita...  Thanks for the support!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar