Sabtu, 30 Oktober 2010

Wedding Dress (Part 4)

Aku sampai di sebuah rumah atau sebut saja istana, karena, rumah dikelilingi dengan taman yang sangat luas, ada kolam renang pribadi, belum lagi aku lihat isi rumahnya pastilah sangat mewah. “Ehem…” Kei-san berdeham, menyadarkan aku dari lamunanku. “Sorry, Kei-san. Aku tadi melamun sebentar, sebab ini pertama kalinya aku melihat rumah sebesar ini,” aku mengatakannya tanpa bernafas, aduh…. Aku pasti terlihat sangat bodoh dan aku merasa wajahku agak panas karena malu.

“Hahahahahaha….” Kei-san tiba-tiba tertawa sangat keras, “Gomen… Aku tidak.. hha.. bisa menahan tawaku, sebab kamu terlihat sangat lucu. Seharusnya aku ceritakan dulu sama kamu tentang rumahku, tetapi… ehem… kamu harus ingat, kita harus terlihat seperti sepasang kekasih yang saling mencintai,” aku hanya menatapnya bingung, karena aku tidak pernah melihat Kei-san tertawa di kantor.

“Baik, Kei-san. Aku ingat kok, apa yang harus kulakukan, lagipula, ini hanya berlangsung sementara,” tiba-tiba, aku merasakan seperti ada kupu-kupu di dalam perutku, apakah karena gugup? Tapi, kenapa aku merasa sedih, bahwa ini hanya sekedar sandiwara?

Di ruang tamu…

“Kei-sama, silahkan duduk dulu di sini, aku akan memanggil Tuan dan Nyonya ke ruang tamu,” kata seorang pembantunya.
Kei-san hanya menganggukkan kepalanya.

Untung aku memakai baju yang tepat yaitu turtle neck berwarna putih, dengan rok sepanjang lutut berwarna turquoise (biru kehijauan), lalu aku padukan dengan kalung mutiara kecil, anting-anting mutiara kecil. Aku tidak memakai cincin lagi, sebab akan terlihat terlalu ramai dan tidak begitu cocok.

“Kei-chan~” suara seorang wanita, dibelakangnya ada seorang pria.
“Haha, Chichi*~ Maaf, kalau aku baru sempat datang hari ini.”
“Tidak apa-apa, anakku. Siapakah wanita yang di sampingmu itu? Apakah dia calon tunanganmu?”
“Iya, Haha. Namanya Hikaru Youmi… Hikaru-chan, mereka adalah orang tuaku,”
“Senang bertemu dengan, Om dan Tante,” aku mengulurkan tanganku, untuk menyalami mereka.
Tante dan Om membalas salamanku.
“Hikaru-chan, maukah kamu membantuku sedikit di dapur?”
“Baik, Tante. Kei-kun, aku ke dapur dulu ya.”
Kei hanya tersenyum dan terlihat agak khawatir.

Di dapur…
“Hikaru-chan, bisakah kamu membantuku membuat teh?”
“Baik, Tante. Berikan aku waku 10 menit…”

10 menit kemudian…
Teh tradisional Jepang selesai kubuat, aku sangat bersyukur, karena aku sudah pernah belajar cara membuat yang benar sewaktu aku kecil. Mamanya Kei-san sangat teliti dan serius melihat proses pembuatan teh yang kubuat, untung tidak ada kesalahan sedikitpun. Sehabis itu kami membawa teh tersebut ke ruang tamu.

“Om, Tante, Kei-kun, silahkan diminum tehnya, semoga aroma dan rasanya pas,” aku sudah bersiap-siap menerima kritikan dari orang tuanya, tetapi… “Wow! Oishii desune, don’t you agree, Mom?” Kei-san memberikan komentar duluan. Orang tuanya mengangguk saja dan mereka terlihat senang. Apakah ini sebuah test awal?

“Hikaru-chan, kamu sudah melalui satu test yang kami siapkan dan aku sangat senang, karena kamu mengerti cara untuk membuat teh tradisional ini dengan tepat dan tidak ada kesalahan sedikitpun,” kata mamanya. Aku hanya tersenyum dan pastinya wajahku agak sedikit merah, karena aku sangat senang mendengarnya.

Setelah 1 jam mengobrol bersama orang tuanya, kami pun berpamitan pulang.

Di dalam mobil…

“WOW!! Hikaru-chan!!! Aktingmu sangatlah bagus dan orang tuaku pastinya percaya, bahwa kamu adalah calon tunanganku. Aku sangat berterima kasih kepadamu dan pastinya aku akan berusaha secepat mungkin untuk mencari pasanganku, supaya tidak merepotkanmu lagi.”
Aku terdiam sebentar, mendengar bahwa ini akan berakhir sebentar lagi…
“Hikaru-chan, kenapa kamu terdi… Hikaru-chan!”
“Eh? Kenapa, Kei-san?”
“Kamu kenapa menangis? Apakah aku mengucapkan hal yang salah?”
Aku terlihat sangat bingung, lalu aku memegang wajahku dan ternyata aku menangis tanpa kusadari. Sekarang masalahnya, kenapa aku tidak bisa menghentikan tangisanku?
“Oh, maaf, Kei-san. Kamu tidak mengucapkan hal yang salah, aku… aku…”
Kei-san menghentikan mobilnya.
“Kei-san, ke…”
“Hikaru, aku ingin tahu, kenapa kamu menangis? Jujurlah padaku…”
Pandangan Kei sangatlah serius saat menatapku tepat di mataku.
“Aku…” aku langsung memalingkan mukaku ke arah lain.
“Kei-san, aku tidak apa-apa. Aku turun disini saja ya? Lagipula, sudah dekat dengan apartemenku.”
Saat aku mau membuka pintu, Kei-san menahanku dengan memegang tangan kananku.
“Kei-san? Sudahlah, aku baik-baik saja.”
Aku berusaha senyum, tangisanku sudah berhenti.
Tiba-tiba, dia menarikku ke dalam pelukannya.
“Maaf, Hikaru. Biarkanlah aku memelukmu untuk beberapa saat, setelah itu, aku akan mengantarmu pulang.”
Aku tidak tahu harus berbuat apa, dan hanya diam saja.

‘Ya Tuhan, aku berharap, waktu bisa berhenti saat ini juga, walaupun hanya sementara…’ kata-kata itu yang terus berulang di dalam pikiranku, selama aku di dalam pelukannya…

Minggu, 03 Oktober 2010

Wedding Dress (Part 3)

Besok paginya, aku tidak bekerja, hmm… Apa yang harus kulakukan hari ini? Apakah aku pergi ke mall saja dan membeli baju baru? Atau pergi ke taman untuk refreshing? Sewaktu aku merencanakan apa yang akan kulakukan, nada dering telepon genggamku berbunyi, “I got you babe, I call, I call it chocolate love….”

“Selamat pagi, Kei-san. Ada yang bisa aku bantu?”

“Etto… Hikaru-chan… Err… Apakah kamu ada waktu kosong hari ini?”

“Hmm… Aku tidak bekerja hari ini dan aku juga belum merencanakan mau melakukan apa hari ini, kenapa, Kei-san?”

“…….”

Tidak ada jawaban selama 2 menit…

“Kei-san? Apakah kamu masih disana?”

“Oh ya… Ano, Hikaru-chan, maukah kamu bertemu denganku hari ini? Err… Itupun kalau kamu bisa dan mem…”

“Aku bisa bertemu denganmu, tetapi… alasannya apa, Kei-san?”

“Aku… aku akan jelaskan alasannya saat bertemu nanti. Kalau begitu, aku akan menjemputmu jam 12 nanti.”

“Oh, okay…”

Sebelum aku siap berbicara, Kei-san sudah menutup teleponnya…

‘Aneh, Kei-san kenapa ya? Kenapa dia terlihat sangat kebingungan dan aneh? Apakah ada masalah dengan perusahaan? Sebaiknya, aku segera bersiap-siap, karena sudah pukul 10… Baju apa yang sebaiknya aku pakai untuk nanti?... Tunggu dulu…! Kenapa ini seperti kencan jadinya??’ pikiranku sangat dipenuhi dengan pertanyaan itu…

Tepat pada pukul 12 siang, Kei-san berada di depan pintu rumahku… Aku pun segera mengunci pintu rumah dan langsung memasuki mobilnya. Selama 10 menit perjalanan, tidak ada satu pun yang memulai pembicaraan dan atmosfir di dalam mobil, sangatlah aneh dan kaku, aku pun memulai pembicaraan saat dia juga memulai pembicaraan.

“Hikaru…”

“Kei-san…”

Kami berdua berbicara di saat yang bersamaan, lalu…

“Kamu bicara duluan, Hikaru-chan”

“O…Okay… Aku hanya ingin tahu, apa alasannya, hari ini Anda mau bertemu denganku?”

Kei-san terdiam (lagi)…

“Kei-san, apabila kamu tidak mau bilang, aku akan turun disini!” ujarku dengan nada (sedikit) mengancam.

“Okay, Hikaru-chan… Aku akan bilang alasannya…”

Aku hanya menatapnya untuk menunggu jawaban darinya…

“Aku mengajak kamu untuk bertemu dengan orang tuaku, mereka ingin aku segera mendapat seorang tunangan atau calon istri… Dan sampai sekarang, aku masih belum mencari tunangan, karena kerjaan di kantor. Karena kamu sebentar lagi akan menjadi asisten pribadiku, aku ingin kamu menolongku kali ini…”

Sekarang aku yang terdiam, sebab aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, ini semua terlalu mendadak.

“Tetapi, kalau kamu ti……..”

“Baik… Aku akan menjalankan tugas ini, tetapi dengan satu syarat, hubungan ini hanyalah pura-pura!”

Kei-san tersenyum, “Okay! You’re my life saver… Sekarang, aku akan membawamu ke rumah orang tuamu dan berusaha sebaik mungkin terlihat seperti sepasang kekasih yang benar-benar sedang jatuh cinta… kamu bisa?”

“Tenang saja, Kei-san. Dulu sewaktu aku masih sekolah, aku pernah mengikuti eskul acting, jadi… kamu serahkan saja padaku…”