Minggu, 18 Juli 2010

Till The End of Time (Part. 15)

Tamu-tamu mulai berdatangan dan tempat acara ini sudah sangat ramai... aku melihat ada beberapa artis yang datang kesini, mungkin untuk menyanyikan atau memberi beberapa hiburan kepada para hadirin... Orang-orang tidak tahu, bahwa yang menyusun acara ini, sama sekali bukan aku... Ryo sudah menungguku di depan bersama dengan pendetanya, tempat acara ini tergolong tempat yang sangat diinginkan oleh setiap gadis yang akan menikah. Tetapi, aku bukanlah salah satu cewek tersebut...

Hpku tiba-tiba bergetar, aku melihat siapakah yang menelepon, ternyata... Joon!

“Ha...Halo, Joon... Ada apa kamu meneleponku?”
“Hime, kenapa kamu sama sekali tidak memberitahukan aku, bahwa hari pernikahanmu dipercepat satu minggu? Apakah kamu sangat tidak ingin aku datang untuk menemuimu?”
“Joon, dengarkan penjelasanku dulu. Aku bukannya tidak ingin memberitahukanmu, tapi....”
“Tapi apa?”
“Tapi, aku... aku tidak sanggup memberitahukanmu... Sewaktu kamu keluar dari kamarku, Ryo masuk ke kamarku dan dia sangat marah, setelah mendengar percakapan kita semua...”
“Kenapa kamu tidak langsung meneleponku dan bilang semuanya kepadaku? Aku bisa menelepon Ryo dan menjelaskannya!”
“Joon, maafkan aku... Tetapi, biarkanlah waktu yang akan menjelaskan semua ini, aku sangat senang telah berteman denganmu dan terima kasih atas perasaan kamu ke aku... Sebentar lagi, acara pernikahan ini akan dimulai, aku akan menjalankan apa yang seharusnya kulakukan untuk orang tuaku...”
“Hime, sebentar! Kamu masih boleh memilih jalan hidupmu sendiri, kamu masih bisa.....”
“Maaf sekali lagi, Joon. Aku tidak bisa, aku tidak ingin memilih sesuatu yang membuat keluargaku tidak suka, sekali lagi, maafkan aku... Joon, aku tidak bisa berbicara denganmu lebih lama lagi, sebab, sebentar lagi, aku akan dibawa keluar...”
Aku langsung menutup telepon tersebut dan berusaha untuk tetap tersenyum.
“Halo? Halo, Hime?? Argh! Sial! Aku harus segera kesana, untung saja hari ini aku berada di sini...”

Hadirin sudah duduk di tempatnya masing-masing, dan yang terdengar hanyalah alunan lagu pembuka untuk beberapa penari balet menunjukkan keahliannya... Setelah itu, ayahku masuk ke ruangan tungguku dan aku menggandeng tangannya dan kami pun keluar dan berjalan pelan ke arah panggung. Aku bisa merasakan mata para hadirin semuanya tertuju padaku, aku merasa sangat tidak nyaman akan hal itu.

Sesampainya di panggung, ayahku kembali ke tempat duduknya, dan Ryo mengulurkan tangannya untukku, aku pun menerima uluran tangan tersebut dengan ragu. Pendeta tersebut memulai acara ini dengan doa kepada Tuhan, meminta berkat kepadaNya, supaya acara hari ini akan berjalan lacar dan tidak ada halangan.

“Amin... Baik, kita akan mulai dengan ucapan janji suci antar pernikahan suami istri. Ehem...” aku mulai gugup dan tidak bisa berpikir secara tenang. “Kuroi Ryo, apakah kamu akan bersumpah kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan bersedia untuk menerima Hime Sakuranomiya untuk menjadi istrimu selamanya di sampingmu, sewaktu duka maupun suka, sampai maut memisahakan kalian berdua?” Ryo bedeham.

“Aku, Kuroi Ryo, aku akan bersumpah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan aku bersedia menerima Hime Sakuranomiya menjadi istriku selamanya di sampingku, sewaktu duka maupun suka, sampai maut memisahkan kita berdua.”

Pendeta tersebut sekarang bertanya kepadaku, “Hime Sakuranomiya, apakah kamu akan bersumpah kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan bersedia untuk menerima Kuroi Ryo untuk menjadi suamimu selamanya di sampingmu, sewaktu duka maupun suka, sampai maut memisahkan kalian berdua?” Oh God, what should I answer?

“Aku....aku.... Hime Sakuranomiya, aku akan...bersumpah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan aku... bersedia menerima Kuroi Ryo menjadi... su...” aku tidak sanggup lagi, aku menangis tanpa sadar. “Hime, kenapa kamu menangis? Apakah kamu tidak sanggup melakaukan ini semua? Ingat, orang tuamu sangat berharap akan pernikahan ini, kamu tidak mau kan orang tuamu terluka hanya karena mu?” Ryo berbisik kepadaku.

Aku teringat akan hal itu dan berusaha untuk menyelesaikan kata-kata itu sampa habis, “aku bersedia menerima Kuroi Ryo menjadi suamiku selamanya di sampingku, sewaktu duka maupun suka, sampai maut memisahkan kita berdua...” hadirin yang datang langsung bertepuk tangan yang sangat meriah, Ryo hanya tersenyum, aku hanya bisa tersenyum lemah.

Pendeta pun berkata, “Baiklah, apabila tidak ada keluhan dari hadirin sekalian, pernikahan ini akan dianggap sah dan mereka akan resmi menjadi suami istri, aku akan menunggu selama 3 detik, satu.... dua.... ti....” Brak! (suara pintu terbuka)... Aku sangat kaget, orang yang berada di depan itu adalah Joon, dia datang ke acara ini dan sepertinya dia sangat kelelahan...

“Aku.... hah.... aku mempunyai keluhan untuk pernikahan ini!” sekejap semua hadirin sangat kaget akan kehadiran seorang bintang yang sedang naik daun. “Joon...” ucapku dalam suara kecil, ternyata Ryo mendengarnya, dia langsung berkata kepada pendetanya...

“Pastor, sebaiknya sahkan saja pernikahan ini sekarang, sebab orang tersebut adalah orang yang tidak diundang dalam acara ini...” Pastur tersebut menggelengkan kepalanya, “Maaf, Kuroi. Aku tidak bisa melakukan hal tersebut, walaupun tamu tersebut tidak diundang, peraturan tetaplah per....” Tatapan mata Ryo kepada pendeta tersebut membuatnya terdiam dan tidak berani melawan perkataan Joon.

“ehem! Baiklah, karena tamu tersebut bukanlah tamu yang diundang, maka aku sahkan pernikahan ini dan mereka....” Joon tiba-tiba sudah di panggung, “Pendeta, apakah kamu setuju pernikahan ini tetap dilanjutkan, meskipun ada keluhan dari seseorang?” Pendeta tersebut terdiam, sebab dia sangat bingung apa yang harus dilakukannya.

Tiba-tiba ayahku berdiri, “Kuroi Ryo, aku berharap kamu melakukan apa yang aku suruh tadi...” ayahku tersenyum pada Ryo, aku bingung apa yang telah terjadi... “Tentu, paman. Aku sudah melakukannya, kita sudah mendapatkan bukti-bukti juga. Aku rasa, sudah waktunya kita menghentikan sandiwara ini,” Ryo tersenyum padaku.

Aku, Joon dan para hadirin yang berada di sini, semuanya terlihat sangat bingung, ibuku terlihat berusaha untuk menahan tawanya, Ryo tiba-tiba berbicara, “Pendeta, aktingmu sangatlah bagus, sekarang saatnya pernikahan yang sesungguhnya dimulai...” Pendeta tersebut mengangguk.

“Ehem! Baik, Lee Hye Joon dan Hime Sakuranomiya, silahkan maju ke atas altar suci ini dan mari kita ucapkan janji suci yang sebenarnya...” Setelah kami mengucapkan janji suci, bertukar cincin dan memotong kue, orang tuaku menjelaskan semuanya padaku, bahwa mereka hanya berpura-pura marah padaku, sebab mereka ingin tahu, apakah Joon benar-benar tulus mencintaiku?

Aku memeluk orang tuaku dan mengucapkan sangat banyak terima kasih kepada Ryo dan semuanya yang telah mempersiapkan ini semua... Ternyata, hingga akhir waktu (Till The End of Time), Tuhan mengabulkan doa kita...

~The End~

*Pembaca, apakah anda merasa kaget? Puaskah dengan cerita ini? Atau adakah masukan lain? Silahkan berkomentar... Sebab, inilah akhir dari cerita ini... Aku bingung mau mengucapkan apa lagi, tetapi aku sangat senang, karena ada pembaca yang membaca dari awal cerita ini dibuat sampai akhir cerita...  Thanks for the support!

Kamis, 15 Juli 2010

Till The End of Time (Part 14)

Besok adalah hari pernikahanku, waktu berjalan sungguh cepat. Orang tuaku dan orang tua Ryo sangatlah sibuk dengan dekorasi untuk acara ini, Ryo tidak bisa datang siang ini, sebab ada urusan yang harus diselesaikan di kantornya. Sedangkan aku daritadi berjalan sana sini, tidak ikut membantu, pikiranku sangatlah kacau, karena waktu pernikahanku dipercepat, Joon sama sekali tidak tahu, bahwa besok adalah hari pernikahanku. Aku tidak berani meneleponnya, karena aku tahu jadwalnya pasti sangat padat.

“Hime-chan...” ibuku tiba-tiba sudah berada di sampingku.
“Okasan, jangan membuat aku kaget dong... Untung saja aku tidak pingsan,” gurauku padanya.
Sesaat ibuku tersenyum padaku, tetapi pandangan matanya terlihat sangat sedih. Aku pun menggenggam tangan ibuku.
“Okasan, kenapa wajahmu terlihat begitu sedih? Seharusnya kamu ikut senang, sebab besok aku akan menikah,” aku berusaha untuk terlihat senang.
“Hime-chan, kamu tidak usah berpura-pura di depan ibumu ini. Ibu sangat tahu, bahwa kamu sangat sedih dan kamu masih mencintai lelaki itu kan?”
Aku langsung memeluk ibuku, “Okasan, aku... aku tidak sanggup menahan ini semua lagi...” dan menangis di pelukan ibuku.
“Oh, anakku... bersabarlah, ibu tahu itu semua. Ibu akan ceritakan satu hal, mengapa ayah kamu sangat memaksamu untuk menikah dengan Ryo, maukah kamu mendengarnya?”
Aku hanya mengangguk lemah.
“Dulu, sewaktu ayah dan ibu baru menikah, orang tuanya Ryo adalah teman baik kami berdua sejak kecil, dan sewaktu ibunya mengandung, mereka pindah ke Amerika, karena perkerjaan suaminya. 3 tahun kemudian, mereka kembali ke Hokkaido, kamu baru saja 1 tahun, sedangkan Ryo sudah 3 tahun. Lalu ayahmu dan ayahnya berbincang-bincang, dan sampailah topik ini, mereka berniat untuk menjodohkan kamu dengan Ryo dan menikah saat Ryo berumur 19 tahun...”
“Tetapi, kenapa, Ma? Doshite? Kenapa aku tidak boleh memilih pasanganku sendiri? Berarti ayah sudah tahu semua ini?”
“Hime! Tenang dulu, ibu tahu kamu sangat tidak suka akan perjodohan ini, tetapi ibu mohon padamu, terimalah keputusan ayah kamu. Walaupun kamu harus mengorbankan kebahagiaanmu sendiri, tetapi berdoalah, semoga akan terjadi keajaiban besok.”

Setelah pembicaraan itu, aku berusaha untuk menerima semua ini dan mencoba untuk melupakan Joon dari pikiranku, aku sudah tidak terlalu mengharapkan keajaiban untuk pernikahan besok, aku hanya ingin melihat ayahku dan ibuku bahagia... Malam itu, aku tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena mimpi burukku.

Di dalam mimpiku, aku melihat tentang pernikahan besok, saat Ryo selesai mengucapkan janji suci tersebut, pendeta tersebut menanyakan pertanyaan tersebut kepadaku, tanpa kusadari, aku menolak untuk menjadi istrinya dan meminta maaf kepada semua orang. Tiba-tiba, penyakit ayahku kambuh, wajahnya terlihat sangat terluka dan dia jatuh pingsan. Semua orang sangat panik dan ambulan pun segera datang dan membawa ayahku ke rumah sakit.

Sewaktu dokter keluar dari ruangan ICU, wajahnya terlihat sangat ragu. Ibuku bertanya tentang keadaan ayahku, dokter tersebut hanya menggeleng dan meminta maaf, karena tidak sempat menyelamatkan ayahku, ibuku sangat kaget dan dia pingsan. Aku sangat shock akan semua ini, aku terus merasa, bahwa akulah yang telah membunuh ayahku. Tiba-tiba, jam weker membangunkanku, dan aku merasa lega, karena ini semua hanya mimpi.

“Ya Tuhan, hamba mohon kepadaMu, supaya acara hari ini berjalan lancar, dan tidak ada kejadian yang mengerikan seperti di dalam mimpiku. Amin,” selesai berdoa, aku langsung mandi dan bersiap-siap untuk dirias, acara pagi hari ini, aku memakai gaun tradisional Jepang dengan make up yang tidak terlalu menonjol.

Dan malam pun datang, acara peresmian untuk pernikahan ini akan dimulai...

*Wah! Satu part lagi, maka cerita ini akan selesai... Aku sangat bingung, saat menuliskan chapter ini, sebab aku tidak tahu apa yang harus kulakukan... Tetapi, setelah mendengar beberapa lagu, terciptalah ide untuk menulis cerita ini... Aku menulis part ini berdasarkan mood lagu yang dimainkan, semoga cerita ini bisa memuaskan pembaca... :D
Sampai jumpa di part berikutnya.... XD

Till The End of Time (Part 13)

Tanggal pernikahan aku sudah dekat, mungkin tinggal 2 minggu lagi, apakah memang dia jodohku? Cinta Ryo kepadaku sangatlah tulus, walaupun dia tahu, aku masih belum bisa mencintainya, dia terus bersabar... Oh God, what should I do? Should I marry him? Itulah yang aku pikirkan selama 1 bulan ini.

Suara ketukan pintu membuatku tersadar dari lamunanku, “Silahkan masuk, pintunya tidak aku kunci,” aku sama sekali tidak menoleh ke arah pintu, sedikit pun aku tidak tahu siapa yang masuk dan orang tersebut memelukku dari belakang, “Dare?” aku sangat kaget, dan berusaha untuk melepaskan pelukan tersebut, tetapi, aku tidak bisa melepaskannya. “This is me...” suara yang telah aku rindukan selama ini, tetapi, apakah ini mimpi?

“J...Joon? Apakah ini kamu? Tidak mungkin, aku pasti bermimpi...” Joon memutar kursiku, “Kamu pasti menganggap ini mimpi... Kamu boleh memegang wajahku, untuk memastikan ini mimpi atau tidak?” Joon mengedipkan matanya. Aku pun memegang wajahnya, dan ini semua bukan mimpi. “Joon...... Ini semua bukan mimpi, aku....aku sangat rindu padamu....” aku langsung memeluknya dan menangis.

“Aku juga, Hime-chan. Aku sangat merindukanmu, tetapi aku tidak bisa lama-lama disini, soalnya aku masuk secara diam-diam,” Joon tertawa kecil, tidak ada yang mau melepaskan pelukan tersebut, tetapi ada yang menelepon ke telepon Joon saat itu, kami pun melepaskan pelukan tersebut. Sepertinya, Joon menerima telepon tersebut dari manajernya, aku ingin tahu, mereka membicarakan tentang hal apa...

“Wakarimasu, aku akan segera balik ke Jepang,” itulah akhir dari pembicaraan Joon dan manajernya. “Joon-kun, apakah yang menelepon tadi manajer kamu? Kalau aku tidak salah dengar, kamu akan balik ke Jepang lagi?” aku berusaha untuk menutupi rasa kecewaku. “Ya, dia adalah manajerku. Aku harus segera kembali ke Jepang, ada pekerjaan yang baru untukku, kamu masih ingat kan? Kalau aku tidak sukses, kamu akan menghajarku kan? Hahahaha...” Joon berusaha untuk mencairkan suasana dan itu berhasil.

“Iya, aku pasti akan menghajarmu... Tapi, sayangnya, mungkin aku tidak akan bisa menghajarmu, sebab kamu sangat sukses sekarang... apakah kamu tahu? Fans kamu di Korea sangatlah banyak, kadang ada yang datang ke rumahku, hanya untuk bertanya tentang kamu, apakah kamu tahu, aku sangat kesal akan hal tersebut!” Aku pura-pura marah dengan Joon dan menoleh ke arah lain.

“Hime, aku masih mencintaimu. Aku berusaha untuk melupakanmu, tetapi, perasaan ini tetap tidak bisa menghilang. Apa yang harus kulakukan?” aku sangat kaget, atas pengakuan Joon, “Aku...Aku...tidak tahu...apa yang harus aku bilang, Joon... Aku...” Joon memelukku secara tiba-tiba, “Shht... Aku tahu ini tidak boleh kulakukan, tetapi, aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi, maukah kamu membatalkan pernikahanmu dengan Ryo?”

Pelukan dan perkataan Joon membuatku tidak bisa membohongi perasaanku lagi, “Aku... aku juga sangat mencintaimu, Joon. Kalau hingga akhir waktu nanti, kita memang berjodoh, kita pasti bisa bersatu lagi. Tetapi, sekarang aku sama sekali tidak bisa membantalkan pernikahan ini, penyakit ayahku pasti akan kambuh, dan bisa mengakibatkan kematian. Maafkan aku, Joon,” Aku menangis dalam pelukannya dan Joon tetap memelukku sampai aku berhenti menangis.

“Hime, maaf, aku tidak bisa menemanimu lagi, aku harus berangkat ke Jepang sebentar lagi,” walaupun mereka berdua tidak mau melepaskan pelukan tersebut, waktu berkata harus. “Baiklah, terima kasih... telah mencintaiku, Joon. Maafkan aku sekali lagi, aku tidak bisa bersama denganmu. Mungkin ini tidak terlalu sopan, maukah kamu... datang ke acara pernikahanku?”

Joon berusaha menutupi perasaan terlukanya, “Aku akan berusaha untuk datang ke acara kamu, semoga jadwalku tidak penuh ya,” Joon tersenyum, mereka pun berpisah. Ternyata, Ryo daritadi berada di depan pintu, tetapi mendengar Joon sudah mau keluar, dia bersembunyi dan langsung masuk ke kamar Hime.

Hime tidak tahu bahwa ada yang memasuki kamarnya lagi, sewaktu dia berjalan ke arah tempat tidurnya, ada tangan yang menahannya dan suara yang sangat marah dan kecewa, “Sakuranomiya! Aku sama sekali tidak percaya, kamu bertemu dengan Joon di belakangku dan mengatakan padanya, bahwa kamu masih mencintainya! Sebenarnya, aku ingin mengundurkan waktu pernikahan ini, supaya tidak terlalu cepat untukmu. Tetapi... Ini semua tidak akan terjadi lagi, waktu pernikahan kita akan dipercepat, 1 minggu lagi...”

Ryo keluar dari kamarku, aku hanya terduduk diam dan pikiranku kosong, aku ingin sekali berteriak dan menghentikan semua ini... “Ya Tuhan, kenapa hidupku menjadi begini? Aku sama sekali tidak menginginkan semua ini.... Apabila aku menangis dan menangis terus, semua masalah ini tidak akan berhenti... Aku berjanji untuk tidak menangis lagi...”

*Aku merasa sedih saat menuliskan part ini, sebab ini menyadarkan aku sendiri, bahwa hidup ini dipenuhi berbagai cobaan dan kita tidak boleh mengeluh dalam menghadapinya. Ingat, menangis bukanlah suatu hal yang bisa menyelesaikan masalah. Tetapi, berbicara dengan seseorang yang kamu percaya dan menyelesaikannya dengan berbagai solusi. Semoga advice aku berguna... hhe.. >.

Selasa, 13 Juli 2010

Till The End of Time (part 12)

Setelah mereka keluar dari ruangan dokter, dokter tersebut tidak bisa menahan tawanya lagi. “Hahaha... Untunglah tidak ketahuan, aku sangat merasa bersalah kepada Hime, matanya agak bengkak, akibat menangis. Semoga Joon akan segera menyelesaikannya secepat mungkin,” dokter tersebut berusaha untuk tidak ketawa lagi.

“Ryo, bolehkah aku bermalam disini hari ini? Aku ingin menemani Joon ....” Ryo langsung memotong pembicaraannya, “Tentu saja boleh, Hime-chan. Aku akan menginap di hotel malam ini, besok aku akan membawa baju ganti dan sarapan untukmu,” setelah mengecup kening Hime, Ryo pun pergi ke hotel.

Di kamar Joon, “Joon, maafkan aku tadi. Aku pasti telah membuatmu kaget, aku akan memperkenalkan diriku sekali lagi. Namaku Hime Sakuranomiya, tetapi dulu kalian sering memanggilku dengan nama baptisku, Mirabella. Kita berteman sejak umur 3 tahun, apa kamu ingat Ryo? Dia juga sahabat kita, cumanya dia tidak terlalu suka denganmu,” Hime tidak sadar, bahwa Joon tersenyum saat itu dan tetap melanjutkan, “Oh ya, apakah kamu ingat, cita-cita kamu itu menjadi aktor yang terkenal dan disukai setiap orang... Aku baru sadar, bahwa aku masih mencintaimu (saat mengatakan kalimat ini, suaraku hampir tidak terdengar) ...”

“Hahahahaha....” Joon tidak bisa menahan tawanya lagi, “Maaf, Hime-chan. Seharusnya aku tidak membohongimu seperti ini, aku sebenarnya tidak mengalami kecelakaan apapun. Aku hanya ingin mengetes perasaanmu terhadapku, dan bagaimana kemampuan aktingku,” Hime menangis, mukanya terasa panas, aku sangat marah kepada Joon, “Lee Hye Joon! Teganya kamu membohongiku!! Apakah kamu tahu betapa khawatirnya aku padamu?! Aku... Aku...”

Joon memelukku dan terus meminta maaf, “Hime, maafkan aku... Aku sadar, aku salah, karena telah membohongimu dengan cara seperti ini. Aku tidak bisa melepaskanmu begitu saja, walaupun aku tahu, kamu sudah bertunangan dengan Ryo,” Hime melepaskan pelukan Joon dengan halus, “Joon, aku... juga tidak bisa melepaskanmu, tetapi kita harus bisa menghadapinya, sebab kamu sudah tahu, kenapa aku melakukannya.”

“Yah, aku tahu. Karena itu, aku tidak akan menyerah untuk mendapatkanmu kembali...” aku sangat senang mendengar Joon berkata seperti itu, “Aku akan menunggumu, Joon...” malam itu, aku tertidur pulas dalam pelukan Joon.

Keesokan harinya, Ryo datang ke rumah sakit dan sewaktu dia melihat Hime tertidur pulas dalam pelukan Joon, dia sangat terluka dan “Lee Hye Joon! Apa yang kamu lakukan? Bukankah kita sudah sepakat, apabila Hime sudah bertunangan denganku, kamu tidak akan mengganggunya lagi?” suara Ryo membangunkan Hime dari tidurnya. “Ryo...kun, apa maksud kamu itu?” aku sangat bingung. “Tidak apa-apa, Hime. Ryo, aku tidak jadi mengikuti kesepakatan tersebut, kalian belum menikah, aku masih mempunyai kesempatan untuk mendapatkannya!” Ryo pergi begitu saja, dia sangatlah marah dan sangat ingin menghajar Joon, teringat ada Hime disana, dia tidak berniat untuk melakukannya.

“Joon, aku menghargai apa yang yang kamu ucapkan semalam kepadaku, setelah semalam, aku sudah berpikir untuk menarik kata-kataku untuk menunggumu, sebab ini semua tidak akan terjadi. Tanggal pernikahanku sudah ditetapkan, setelah aku tamat SMA, aku akan dinikahkan dan waktu itu sudah mau mendekat, 2 bulan lagi, dan karir kamu juga sudah dimulai,” saat berkata kepada Joon, aku berusaha untuk menghindari tatapannya yang terlihat terluka saat itu.

“2 bulan lagi? Baik, aku tahu. Kita lihat saja nanti, apa yang bisa kulakukan...” aku merasa itulah pembicaraan terakhirku dengan Joon, saat aku pulang dengan Ryo, karir Joon pun dimulai. Karena jadwalnya sangat padat, kami sangat jarang bertelepon, mungkin sudah tidak pernah, aku pun sibuk dengan ujian akhir sekolah.

Baju pernikahanku sudah siap dan tempat pernikahan, kartu undangan, semuanya sudah disiapkan. Tetapi, apakah aku siap untuk menikahi Ryo secepat ini? Walaupun, aku sudah bisa menerima Ryo sebagai tunanganku, bukan berarti aku mencintainya. Semoga, sampai di akhir waktu nanti, aku bisa melihatnya, sebelum aku menikah dengan Ryo...

*Okay, part 12 ini terlihat sedikit sedih dan lucu, itu menurutku... Nah, aku akan menantikan komentar kalian tentang part ini ya... Supaya aku tahu, apakah ini bagus atau tidak... Thank you.. ^.^/

Senin, 12 Juli 2010

Till The End of Time (part 11)

Malam pun datang, para tamu mulai berdatangan ke rumahku, tetapi aku sangat bingung, kenapa perasaanku sangat tidak enak, apakah ada sesuatu yang telah terjadi? Aku sangat ingin menelepon Joon, menanyakan keadaannya. Saat aku mau meneleponnya, ada telepon yang masuk dan itu dari Joon, spontan aku langsung mengangkatnya.

“Halo, Joon... Apa ka....”
“Maaf, apa kamu temannya Lee Hye Joon? Kami dari rumah sakit Tokyo, kami mau mengabarkan teman kamu mengalami kecelakaan, pesawat yang dinaikinya jatuh saat mendarat, tetapi puji syukur kepada Tuhan, dia selamat dan mengalami beberapa luka di beberapa bagian tubuhnya. Apakah kamu bisa memberitahu keluarganya?”
“A...Apa? Joon koma? Dia mengalami kecelakaan? Oh Tuhan, aku akan segera kesana. Terima kasih telah memberitahu aku.”

Air mata Hime turun begitu saja, make up yang dipakainya luntur, karena air matanya, aku tidak sadar bahwa ada yang masuk ke dalam kamar riasku. “Hime? Kenapa kamu menangis? Acara akan dimulai sebentar lagi dan ......” Rio terkejut melihat ekspresi Hime yang kosong dan terlihat sangat pucat. “Rio... Joon... Joon mengalami kecelakaan, pesawat yang dinaikinya jatuh saat mendarat... Aku... Aku ingin kesana sekarang juga...” aku mencoba untuk berdiri, tetapi tidak bisa, tenagaku drop begitu saja, Rio langsung menahanku, “Hime, aku akan membawa kamu ke Tokyo, tetapi... bagaimana dengan acara hari ini?”

“Aku akan menerima semua acara pertunangan ini, asalkan aku boleh pergi ke Tokyo malam ini juga,” Rio mengecup kening Hime dan menghapus air matanya, “Tentu, Sakura-chan. Aku pasti akan membawamu ke sana, malam ini juga. Sekarang, sebaiknya kamu merias diri kamu sendiri, dan tetap kelihatan untuk semangat.” Setelah itu, Rio keluar dan Hime langsung merias dirinya.

Acara pertunangan pun dimulai, “Bolehkah aku meminta perhatian bapak, ibu dan saudara-saudari yang hadir di sini? Acara pertunangan ini akan kami mulai sekarang,” terdengar applause yang cukup besar dari para hadirin, Rio dan Hime pun memasuki panggung acara. “Hari ini, kita akan menyaksikan acara pertunangan antara anakku, Hime Sakuranomiya dan calon menantuku, Kuroi Ryo. Baik, kita akan mulai peresmian awal ini.”

“Kuroi Ryo, apakah kamu bersedia menjadi tunangan Hime Sakuranomiya?”
“Aku bersedia menjadi tunangannya.”
Rio memegang tanganku dan tersenyum, (Oh ya, nama panggilan Ryo adalah Rio), aku membalas senyumannya.
“Hime Sakuranomiya, apakah kamu bersedia menjadi tunangan Kuroi Ryo?”
“Aku...Aku bersedia... menjadi tunangan...nya”
Aku terlihat sangat tidak yakin, hatiku berusaha untuk menerima semua ini.
“Sekarang, kalian sudah resmi sebagai tunangan malam ini, dan silahkan kalian berdua memakaikan cincin tunangan tersebut kepada pasangan anda.”
Setelah memakai cincin, Rio langsung menuntunku ke mobilnya.

“Ryo-kun! Acara masih berjalan, apakah tidak apa-apa kita meninggalkan acara begitu saja?” Aku sangat panik dan berusaha untuk melepas genggaman Rio. “Masuk ke mobil, aku sudah memesan dua tiket dan baju untuk bermalam sudah ada,” nada bicara Rio sangatlah dingin dan ada kesan bahwa dia cemburu. “Ryo-kun, sebelum itu, aku... aku tidak tahu, apa yang harus kulakukan untuk membalas semua ini, aku sangat berterima kasih kepadamu,” aku berjinjit sedikit dan mengecup pipi Ryo dan masuk ke dalam mobil.

Ryo sangat kaget saat Hime mengecup pipinya, setelah agak sadar, dia langsung tersenyum dan masuk ke dalam mobil. Di dalam perjalanan ke bandara, sama sekali tidak ada yang berbicara, mereka berdua hanyut dalam keheningan. Tak lama kemudian, pesawat mereka pun berangkat ke Tokyo.

Keesokan harinya, mereka sampai di Tokyo dan langsung menuju rumah sakit. Di sana, Hime langsung berlari memasuki kamar Joon, Rio tidak ikut masuk, dia tahu Hime ingin berdua dengan Joon.

“Joon, apakah kamu baik-baik saja?” Saat Hime masuk, Joon sudah sadar.
“Aku... Aku baik-baik saja... Darimana kamu mengetahui namaku? Apakah kita saling kenal?” Hime terlihat sangat kaget, begitu juga dengan Ryo yang tidak sengaja mendengarnya.
“Joon... Kamu sedang bercanda ya? Ini aku, Hime... Hime Sakuranomiya. Sahabatmu sejak kecil dan orang yang kamu sukai. Joon, aku mohon jangan bercanda di saat-saat seperti ini...”
“Hime...Sakuranomiya? Aku sama sekali tidak bercanda, aku sama sekali tidak mengenalmu. Urgh!... Kepalaku... sakit sekali....!”
“Joon? Joon, kamu kenapa? Ryo, cepat panggil dokter!”
“Baik, tunggu sebentar...”
“Joon, bertahanlah, dokter akan segera datang...”
“Urgh!! Aku... aku...”
Joon pingsan, sebelum dia menyelesaikan kata-katanya, “JOON!!!!”
Aku berteriak histeris, dokter pun datang.

15 menit kemudian...

“Dokter, apa yang telah terjadi dengan Joon? Dia baik-baik saja kan? Kenapa dia tidak...” Ryo memotong langsung, “Sakura! Tolong, aku mohon padamu, tenang sejenak, aku paham kamu sangat takut kehilangannya, tetapi tenang!” Ryo memegang pundakku, aku pun diam. Lalu dokter tersebut menjelaskan semuanya di dalam ruangannya, “ Maaf sebelumnya, kami para tim medis, sama sekali tidak mengira bahwa Joon mengalami gegar otak ringan,” wajah dokter tersebut terlihat sangat kaku.

“Tidak apa-apa, dok. Tetapi, apakah hal ini akan berlangsung lama?” Rio bertanya.
“Tergantung dengan pasien, biasanya paling cepat 3 bulan, paling lama bisa lebih dari 1 tahun.”
“Baiklah, terima kasih, Dok. Kami permisi dulu.”
“Oh ya, satu hal, kalian tidak boleh terlalu memaksa Joon untuk mengingatnya, sebab akan berakibat fatal untuknya.”
“Kami pasti akan mengingat hal itu.”

*Maaf”.. Pembaca pasti sangat bingung kan? Kenapa Joon mendadak kecelakaan, sebenarnya aku pun bingung... Tetapi, kita lihat saja kelanjutannya, apakah Joon akan mengingat Hime secepat mungkin? Tunggu kelanjutannya ya... >.

Minggu, 11 Juli 2010

Are You the One?

From: J

“Senyumanmu yang manis,
Selalu terlihat di wajahmu..
Membuat orang lain merasa senang,
Saat mereka berada di dekatmu…

Pandangan matamu kepadaku,
Membuat hatiku berdebar-debar…
Walaupun aku tahu,
Kamu bukanlah milikku…

Kamulah yang telah membuat,
Hidupku terasa sempurna sekarang…
Apakah aku harus melepaskanmu,
Setelah berkian-kian tahun aku menunggumu?”


To: Someone

I love you

Ketikaku melihatmu,
Jantungku berdetak cepat...
Ketika aku berbicara denganmu,
Aku merasakan sesuatu...

Ketika berada di dekatmu,
Rasanya nyaman dan tenang...
Ketika berpisah darimu,
Ada perasaan sedih di hatiku...

Apakah kamu merasakannya?
Cinta itu memang aneh...
Satu frase untukmu,
"I love you"

Till The End of Time (part 10)

Dua hari kemudian, Rio datang ke rumahku bersama dengan orang tuanya. Hari pertunanganku sudah ditetapkan, hari dimana Joon pergi ke Jepang, yaitu tanggal 7 September. Aku tidak bisa mengantarnya ke bandara, walaupun bisa, aku tidak sanggup, aku takut aku akan menangis di depannya dan tidak ingin melepaskannya. Sekarang, aku sedang mencoba beberapa dress formal untuk acara pertunanganku.

“Wah, Hime. Kamu terlihat sangat cantik dengan dress yang berwarna kuning keemasan ini, mm... kita ambil baju ini saja ya, Rio pasti suka melihat kamu dengan dress ini,” kata Ibu Rio dan setelah itu kami membayar baju tersebut dan pergi ke sebuah cafe. Sesampainya di sana, teleponku berbunyi, dari nada deringnya, telepon ini dari Joon. “Tell me goodbye, tell me goodbye...”, “Tante, maaf, aku permisi sebentar. Aku mau mengangkat telepon,” aku bergegas ke toilet wanita.

“Hime, kamu ada dimana sekarang?”
“Joon...a... aku ada di Cafe Lolli, aku sedang bersama Ibu Rio.”
“... Oh, aku sudah mendengar kabar pertunanganmu, err... Selamat ya, semoga kamu bahagia bersamanya. Maaf, aku tidak bisa hadir ke acara pertunanganmu, karena jadwal pe...”
“Karena jadwal penerbanganmu itu pesawat paling pagi kan? Tidak apa-apa, Joon. Terima kasih atas ucapan selamatmu, semoga kamu sukses dengan pekerjaanmu di Jepang. Aku akan menunggu film yang akan dikeluarkan olehmu, jangan sampai gagal loh! Kalau gagal, aku akan datang ke Jepang untuk menghajarmu!” Aku berusaha untuk tidak terlihat sedih.
“Hahaha... Baiklah, aku tidak akan gagal, aku tidak mau dihajar olehmu... Oh ya, sudah dulu ya. Lain kali aku akan meneleponmu lagi, sekali lagi, selamat atas pertunanganmu.”
“Terima kasih, Joon. Sampai jumpa di lain waktu.”

Telepon itu berakhir begitu saja, Hime tidak tahu, kalau daritadi tantenya mendengar semua pembicaraan mereka, dia terlihat sangat kaget, sebab Hime terlihat sedih saat mengakhiri pembicaraan mereka, dia pun bergegas kembali ke tempat duduknya, supaya Hime tidak curiga. Tak lama kemudian, mereka memesan minuman dan snack ringan, mereka pun mulai berbincang.

“Mm... Hime, tante mau bertanya sesuatu sama kamu, kamu harus jawab yang jujur ya,” Tante tersenyum kepadaku, aku pun menjawab, “Baik tante, aku pasti akan jawab yang jujur kepada Tante,” aku berusaha supaya tidak gugup. “Apakah kamu mencintai anak Tante?” Sesaat aku sangat ingin lari dari soal ini, tetapi aku berusaha menjawab dengan yakin, “Aku... Aku menyu... menyukai Rio sejak kecil, tante. Dia...Dia adalah orang yang aku suka sejak kecil,” akhirnya kata-kata ini bisa keluar dari mulutku, walaupun hatiku memarahiku untuk tidak jujur.

“Benarkah itu? Baguslah, Tante sangat lega mendengarnya, baiklah setelah ini kamu pulang dan istirahatlah, karena kamu harus terlihat fresh untuk acara pertunangan kalian besok,” setelah membayar, Tante mengantarku pulang ke rumah dan malam itu aku sangat ingin kembali pada waktu, Joon menyatakan perasaannya kepadaku.

Keesokan harinya di bandara internasional Korea, ‘Apakah aku harus menelepon Hime sebelum aku pergi, tetapi aku takut, aku tidak bisa melupakannya, apabila aku meneleponnya sekarang.’ Tak lama kemudian, pesawat yang akan dinaiki Joon akan berangkat sebentar lagi.

Keadaan di rumah Hime sangatlah sibuk, sebab acaranya diadakan di rumahnya. Hime sudah siap mengganti bajunya dan sudah selesai di make up, sebenarnya, aku tidak memerlukan make up lagi, sebab aku tidak suka memakai make-up, akhirnya, mereka setuju untuk memberikan warna make up yang natural. Setelah itu, aku berjalan-jalan di taman rumahku, tiba-tiba, ada yang menutup mataku.

“Rio? Apakah ini kamu?”
“Wow...! Hime-chan, kenapa kamu bisa menebak bahwa ini aku?”
“Sebab, aku tahu, sejak kecil kamu suka melakukan ini terhadapku...”
“Oh, ternyata kamu masih ingat. Hahaha... anyway, kamu cantik sekali, dan make up kamu pas dengan dirimu.”
Oh ya, aku lupa memberitahukan, Rio sudah bekerja, dia lebih tua 2 tahun daripada aku, tetapi aku tidak pernah menyukainya.
“Terima kasih atas pujianmu itu dan aku hanya berharap, acara pertunangan ini aku... aku menerimanya, karena orang tuaku. Aku rasa kamu sudah tahu itu kan?”
Aku sangat terkejut, saat melihat pandangan mata Rio terlihat sangat sedih dan terluka.
“Aku tahu semua itu, kamu sama sekali belum bisa melupakan Joon. Tetapi aku sangat berharap, kamu bisa mulai untuk mencintaiku sedikit demi sedikit dan mulai malam ini, kamu akan resmi menjadi tunanganku.”
Aku merasa ada nada yang terlihat kesal dan marah, saat dia mengatakannya kepadaku. Karena aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan, aku hanya memeluknya dan berkata....
“Maafkan aku, aku... aku akan berusaha untuk mencintaimu dan melupakan... J... Joon.”
Rio membalas pelukanku, “Arigatou, Hime-chan.”

*Wow... Aku rasa part 10 lebih panjang kali ini, aku harap kalian menyukainya.... tinggal 5 part lagi, cerita ini akan selesai...

Sabtu, 10 Juli 2010

Till The End of Time (part 9)

Flashback, saat Joon keluar dari rumah Mira.

Joon langsung mengendarai mobilnya pergi, di dalam mobil, “Argh! Kenapa, Mira? Walaupun aku tahu maksud kamu memilih tunanganmu itu, supaya orang tuamu senang, tetapi, apakah ini yang kamu inginkan?” Joon menangis secara tak sadar, “Hari ini adalah hari yang paling buruk bagiku, aku harus pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diriku.”

Joon pun pergi ke villa milik orang tuanya, dia berencana untuk menetap selama beberapa jam di sana. Orang tuanya terus berusaha untuk menghubunginya, tetapi tidak berhasil, karena Joon telah mematikan teleponnya saat itu. Orang tuanya semakin cemas, mereka langsung menghubungi Mira.

“Mira, apakah kamu tahu dimana Joon?” Ibu Joon yang berbicara.
“Apakah Joon belum pulang, Tante?” aku balik bertanya.
“Belum, Mira. Mm… Maukah kamu membantu tante untuk mencarinya?”
“Baik, Tante. Mira akan mencoba mencarinya, apabila ada informasi tentangnya, I’ll call you, Auntie.”
“Thank you very much, Mira.”
“You’re welcome, Auntie.”

Joon, dimana kamu? Oh, apakah dia berada di villa? Aku akan mencoba telepon ke villanya. “Kriingg!” telepon villa Joon berdering. “Urgh! Siapa yang menelepon ke villa ini? Sangat mengganggu,” Jon pun pergi mengangkatnya, “Halo? Siapa ini?” suara Joon terdengar cuek. “Konnichiwa, Joon-kun. Ini aku, Mirabella, maaf kalau aku mengganggu. Orang tuamu mencari kamu kemana-mana dan tidak berhasil menghubungimu. Mereka sangat khawatir denganmu, teleponlah mereka Joon, bilang bahwa kamu baik-baik saja,” Mira tidak sadar bahwa dia telah berbicara panjang lebar.

Joon tersenyum, “Baiklah, Mira-chan. Aku akan menghubungi mereka, terima kasih telah memberitahuku. Oh ya, kok kamu bisa tahu aku disini?” Joon terlihat bingung, “Oh, aku tahu kamu berada di sana, karena biasanya kalau kamu lagi ingin sendiri atau sedang sedih, kamu selalu ke sana,” wajah Mira mendadak merah. “Soka… Talk to you later, I have to call my parent now.” Joon langsung menutup telepon tersebut, sebelum Mira menjawab.

“Sudah ditutupkah? Aku… Aku tidak sanggup untuk berpisah darinya, aku berharap, Joon akan mengerti dengan semua ini.” Mira pun tenggelam dalam kesunyian malam itu dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak menangis.

End of Flashback.

*Part 9 pastilah sangat pendek, tetapi aku harap kalian menyukainya. Aku akan berusaha untuk membuat part 10, secepat mungkin. Have a nice day.. ^^

Till The End of Time (part 8.)

Keesokan harinya, aku tidak masuk sekolah, mataku bengkak, karena menangis kemarin. Ayahku masih marah kepadaku, ibuku sangat sedih dengan keadaanku dan sangat mencemaskan keadaan ayahku. “Tell me goodbye, tell me goodbye…” suara lagu tersebut berasal dari telepon genggam aku, haruskah aku mengangkatnya?

(Yang menelepon: Joon) Aku langsung mengangkatnya.

“Halo, Jo……..” sebelum aku siap berbicara, Joon langsung memotong, “Mira-chan! Kenapa kamu tidak masuk sekolah hari ini? Apakah kamu sakit? Kenapa kamu tidak mengabariku sama sekali?” suara Joon terdengar sangat cemas. “Joon, aku tidak apa-apa kok. Aku hanya kecapaian, kemarin aku tidur pada jam 2 pagi, karena itu, aku tidak bisa bangun hari ini,” aku mencoba membuat suaraku setenang mungkin dan berusaha untuk bercanda.

“Hime Sakuranomiya ! Jangan membohongiku, kamu pasti menangis semalaman, aku tahu sifat kamu…” Aku sangat kaget, karena Joon memanggil nama asliku. “Joon, aku… aku menangis karena kejadian kemarin, aku tidak bisa menahan tangisku saat…” aku tidak boleh memberitahu kenapa aku menangis kemarin, “Aku tidak apa-apa, aku menangis, karena sedih melihat ayahku sangat marah kepadaku,” suaraku terlihat yakin saat mengucapkannya, walaupun perasaanku tidak berkata begitu.

“Baiklah, aku mengerti sekarang. Aku tidak akan mengganggu hidupmu lagi, anggap saja kejadian kemarin, tidak berlaku… Oh, aku lupa memberitahukanmu, bahwa aku akan pindah ke Jepang minggu depan, mungkin ini sangat mendadak buat kamu, tetapi inilah jalan yang terbaik buat kita,” Joon mengakhiri pembicaraan tersebut dengan sikap yang dingin. “Joon, kamu bercanda kan? Ini pasti hanya mimpi atau kamu hanya ingin membuatku kaget? Iya kan?” Air mataku mengalir begitu saja, aku hampir berteriak kepadanya, hatiku sangat terluka, tetapi aku harus tetap membiarkannya.

“Maaf, Hime. Aku tidak berbohong, aku mendapat tawaran menjadi aktor di sana, kamu sangat tahu, itu adalah impianku sejak kecil,” Joon menjelaskan kepadaku, dan memang benar impian Joon sejak kecil adalah menjadi aktor. “Soka, I understand now. I’ll let you go to Japan, don’t forget about me, I think, I have to go now, my parent call me to eat. See you, Joon,” pembicaraan kami berakhir begitu saja, suara tangisku semakin keras, sampai-sampai ibuku khawatir dan mengetuk pintuku.

“Sakura, ada apa? Kenapa kamu menangis?” Aku berusaha berhenti menangis dan berbicara senormal mungkin, “Aku tidak apa-apa, Bu. Aku hanya latihan saja untuk drama yang akan dimainkan di sekolahku,” ibuku sudah tahu bahwa aku berbohong kepadanya, “Baiklah, ibu tidak akan memaksa kamu untuk menceritakannya. Ibu hanya ingin bilang kepadamu, tetaplah sabar menghadapi ini semua, anakku.” Lalu ibuku pun pergi.

*Oh, ini tidak bagus… Hubungan persahabatan mereka sepertinya tidak berjalan lancar lagi… 

*Pertanyaan selanjutnya, apa yang terjadi dengan Joon saat dia pergi dari rumah Mira (Hime)?

Jumat, 09 Juli 2010

Till The End of Time (part 7)

“Mira, sudah sampai. Mira-chan?” Joon merasa heran, karena Mira daritadi hanya diam dan pandangan matanya kosong. “Eh? Nani, Joon?*” aku pasti terlihat bodoh tadi, kenapa aku bisa melamun di saat seperti ini. “tidak apa-apa. Mira-chan, sebaiknya aku pulang saja langsung, kita masih bisa membicarakan hal ini kepada orang tuamu nanti,” Air muka Joon terlihat cemas. “Joon, kita harus mebicarakan hal ini secepat mungkin, aku… aku tidak mau kalau hal ini akan menghambat hubungan kita? Bagaimana kalau orang tuaku sudah menetapkan hari pertunanganku dengan Rio?” tanpa kusadari, aku telah menangis. Joon langsung menghapus air mataku dengan tangannya, “Baik, kita akan bicarakan hari ini juga.”

Memasuki rumah, “Ayah, Ibu, aku pulang. Aku ingin berbicara sesuatu kepada ayah dan ibu,” Joon tahu aku sangat takut pada saat itu, dia menggenggam tanganku, untuk memberiku semangat. Aku hanya tersenyum kecil, lalu, “Duduklah dulu dan ajak ‘temanmu’ itu ke sini juga,” kata ayahku dengan padangan tidak suka, ibuku terlihat sangat sedih. ‘Kenapa? Apakah aku salah? Oh, apakah pertunangan tersebut sudah ditentukan? Aku… Aku tidak mau itu terjadi!!’ Pikiranku sangat kacau akan hal ini.

“Sekarang, apa yang ingin kamu katakan kepada kami?” Tanya ayahnya. “Sato, ingat jangan terlalu emosi, ingat apa kata dokter kepadamu!” ibuku terlihat sangat khawatir dengan ayah. “Maaf sebelumnya, izinkan aku memperkenalkan diriku kepada Anda berdua, namaku Joon, Lee Hye Joon, aku adalah kekasihnya Mira, anak Anda,” Joon berbicara dengan orang tuaku dengan serius. “Kamu… Kamu adalah kekasih anakku?! Ini tidak boleh dibiarkan! Anakku sudah mempunyai calon tunangan dan dia akan bertunangan dalam waktu dekat ini! Urgh! Pernafasanku…sangat sesak” penyakit ayahku kambuh, aku sangat ketakutan.

“Sa… SATORU!! Mira, cepat ambilkan obat di atas meja sana. CEPAT!” ibuku berteriak dengan histeris, aku tidak bisa bergerak, Joonlah yang mengambil obat tersebut dan memberikannya kepada ibuku. “Sato, cepat minum obat ini. Ini airnya, setelah itu bernafaslah secara perlahan-lahan,” ibuku memberikan instruksi kepada ayahku dan tidak lama kemudian, ayahku bernafas seperti semula, ibu mengantar ayahku ke kamar untuk beristirahat.

Sekarang di ruang tamu hanya ada aku dan Joon, “Mira, maafkan aku. Seharusnya, tadi aku tidak usah…” aku langsung memotong pembicaraan Joon, “Joon, pulanglah. Aku ingin sendirian sekarang, maafkan aku… sepertinya kita harus berpisah, aku tidak sanggup melihat ayahku kesakitan, mungkin suatu saat nanti, kamu akan bertemu seorang wanita yang lebih baik daripada aku,” aku menahan air mataku, supaya Joon tidak khawatir. “Baiklah, aku mengerti. Sampaikan pamitku dan permohonan maafku kepada orang tuamu. Semoga kamu bahagia, Mira-chan,” Joon tersenyum kecil dan pergi.

‘Maafkan aku, Joon… Aku sangat mencintaimu, tetapi aku rasa hubungan kita tidak bisa dilanjutkan, walaupun, kita baru saja jadian. Aku tidak ingin ayahku jatuh sakit karena aku, maafkan aku…’ kata-kata itulah yang terus berulang di dalam pikiranku. Sesampainya di kamar, air mataku yang kutahan, keluar begitu saja.

*Nani, Joon? – Ada apa, Joon?

*Ternyata orang tuanya Mira tidak setuju, walaupun aku yang membuat cerita ini, aku pun ikut sedih untuk Mira dan Joon. Tetapi, tetap menaruh komen ya... supaya aku tahu, mana yang kurang.. hhe.. ^^

*Pertanyaan selanjutnya, walaupun mereka bukan sepasang kekasih lagi, bagaimana dengan hubungan persahabatan yang telah mereka bangun selama ini? Apakah hancur begitu saja?
Berikan jawaban dan alasan yang pas. ^^

Till The End of Time (part 6)

“Aku….” Apa yang harus kukatakan kepadanya? Aku juga suka kepadanya, tetapi apabila aku menerimanya. Belum tentu orang tuaku akan menerimanya, karena aku sudah mempunyai tunangan. Oh God, apa yang harus kulakukan sekarang?? Kata Mira dalam hatinya. “Mira-chan? Apakah kamu memerlukan waktu untuk menjawabnya?” Joon bertanya. “Bolehkah aku meminta waktu tersebut? Sebab, ini terlalu mendadak, aku tidak bisa menjawabnya sekarang,” Mira melihat kearah bulan purnama. “Yah, tentu, Mira-chan… Aku pasti memberikanmu waktu berpikir,” senyum Joon, akhirnya mereka berdua pun tenggelam dalam kesunyian malam tersebut sambil melihat bulan purnama yang indah.

Keesokan harinya……

“Mira, ingat bawa tugas yang ibu suruh kumpulkan tadi dan taruh di meja ibu, mengerti?” perintah guru tersebut.
“Mengerti, Bu,” jawab Mira.
“Baiklah, pelajaran hari ini sampai disini dulu, kita ketemu besok pagi, selamat siang, anak-anak!”

Setelah guru tersebut keluar, murid-murid di kelas ini langsung heboh, karena waktu istirahat telah datang. Sewaktu saya mengumpulkan tugas, Joon datang ke kelasku, lalu, “Mira-chan, sini biar aku Bantu kamu kumpulkan tugas-tugas ini,” sebelum kuiyakan, dia sudah mengumpulkan tugas-tugas di setiap meja dengan cepat. “Joon, pelan-pelan saja. Tidak ada yang mengejarmu kok, hahaha…” karena lucu, aku pun tertawa melihat gerakannya. “Oh ya, maaf, Mira-chan, karena aku terbiasa melakukan sesuatu terburu-buru,” Joon pun memelankan sikapnya tadi, setelah itu kami sama-sama ke ruang guru dan pergi ke taman sekolah.

Di taman sekolah…

“Joon, aku sudah memikirkan jawaban untuk kamu…” saat itu, Joon merasa gugup untuk mendengarkan jawabannya, sebab dia sangat takut ditolak oleh Mira. “A…Ehem… Apa jawaban kamu, Mira-chan?” Oh God, please, I hope, she will accept me... “Aku… Aku tidak bisa, Joon,” Joon merasa hancur saat itu, tetapi… “Karena aku sangat mencintaimu, makanya aku tidak bisa menolak ataupun membohongi perasaanku sendiri,” aku tersenyum kepada Joon dan aku rasa mukaku pasti merah padam. Joon langsung menarik Mira ke dalam pelukannya, “Joon?! Ini di seko…” Joon memotong pembicaraan Mira, “Shhht… Mira-chan, biarkan aku memelukmu sebentar saja. Sebelumnya, aku sangat berterima kasih atas jawabanmu unutk menerimaku. Aku sangat takut, kalau kamu akan menolakku dan kita tidak bisa bersama lagi…” tiba-tiba, Joon merasakan sesuatu yang mengalir dari wajah Mira. “Mira-chan!! Kenapa kamu menangis? Apakah aku mengucapkan sesuatu yang salah?” Joon sangat kaget dan dia mengira bahwa dia melukai kekasihnya ini. “Tidak, bodoh (Mira mengucapkannya dengan bercanda). Aku hanya menangis, karena aku terlalu senang. Ini semua seperti mimpi menjadi kenyataan, tinggal waktunya menghadap orang tuaku,” Mira terlhat sedih, sewaktu dia mengucapkan orang tuanya.

TBC

*Nah, pembaca, apakah ini cukup memuaskan bagi Anda? Saya ingin meminta maaf, apabila, cerita ini terlihat aneh buat anda. Karena yang saya tahu, Mira itu sudah punya tunangan…

*Pertanyaan selanjutnya: Apakah orang tua Mira akan setuju?
Kali ini tidak ada pilihan, berikanlah jawaban Anda dan berikan alasannya… ^^